panduaji

Kategori: Uncategorized

Pawonan di Dapur Simbah Kini Telah Tiada

Diperbarui:

Sebagai bagian dari komitmen kami terhadap transparansi, beberapa link di situs kami adalah link afiliasi. Artinya, tanpa biaya tambahan untuk Anda, kami mungkin mendapatkan komisi jika Anda memutuskan untuk melakukan pembelian melalui link tersebut. Komisi ini membantu kami membiayai keberlangsungan blog ini.

Enggak seperti biasanya, pagi ini aku terjaga ketika jam masih menunjukkan pukul 3, samar-samar masih kudengar alunan gamelan dari speaker mungil di kamar. Memang dari semalam aku mendengarkan pagelaran wayang di Universitas Airlangga via audio streaming dengan dalang Sujiwo Tejo.

Bagun sepagi ini benar-benar nikmat menurutku. Apalagi udara yang berhembus pagi ini cukup dingin dengan semerbak aroma penuh harapan. Aku pun mencoba meresapi kesunyian pagi yang lambat laun terdengar sayup-sayup adzan subuh sekian menit setelah pagelaran wayang di Surabaya selesai, lantunan gamelan juga sudah berubah menjadi lagu-lagu kekinian yang kurang kusuka.

Sambil menikmati kesunyian subuh, kubuat secangkir kopi dan kembali ke kursi bambu dan mulai menerawang masa-masa kecil yang menurutku benar-benar liar. Hingga akhirnya aku pun teringat dengan Pawonan Simbah ketika aku masih kecil, belasan tahun lalu.

Entah kenapa kok jadi pengen nulis tentang serba-serbi pawonan

Kenangan Liar Masa Kecil dengan Pawonan

“Mbah… mbah… urupno genine!” Ingatku kala itu, aku meminta simbah untuk menyalakan api dalam tungku yang biasa disebut dengan pawonan. Untuk yang belum tahu pawonan, bisa lihat gambar di bawah ini sebagai ilustrasi.
Dapur Pawonan
Dapur Pawonan by Cak Cak under Creative Commons License
Padahal saat itu simbah belum mau memasak, tapi karena cucunya dari kota datang akhirnya api pun dinyalakan menggunakan kayu, blarak (daun kelapa kering) hingga kulit kelapa. Aku dulu paling suka melihat sabut kelapa yang di bakar, bentuknya mirip dengan kapal.
Ketika para orang dewasa mulai beraktivitas di dapur dengan cengkramanya sendiri-sendiri aku lebih asyik dengan api di pawonan. Aku mulai masukkan beraneka bahan yang bisa digunakan untuk membakar, mulai dari serpihan kecil-kecil yang aku ibaratkan itu kapal. Terkadang aku bersorak girang tatkala kapal itu terbakar sambil mengeluarkan bunyi.
Kadang suara-suara “tolong-tolong aku terbakar” terucap juga dari mulut mungilku dan sontak orang-orang di dapur terkadang tertawa terkekeh mendengar kelakarku dengan barang-barang imajinatif yang tak tampak oleh mereka.
Aku paling benci kalau sudah mandi enggak boleh mainan api lagi, karena baunya jadi sangit. Aku pun punya rutinitas ketika pagi dan sore berada di depan tungku dengan beragam imajinasi liarku. Aku malah enggak ingat waktu siang hari kuhabiskan dengan ngapain aja selama di rumah simbah. Moment yang ku ingat ya cuma main di pawonan ketika pagi maupun sore sebelum mandi :D.

Fakta Unik Seputar Pawonan

Meskipun sekarang sudah mayoritas masyarakat sudah meninggalkan pawonan dan menggunakan kompor gas. namun tidak bisa dipungkiri bahwa pawonan punya cerita sendiri tentang masakan-masakannya. Ada banyak fakta unik seputar pawongan yang aku tahu

Rasa Masakan Lebih Enak

Jika dibandingkan dengan nasi hasil masakan ricecooker dan nasi yang dimasak menggunakan pawonan rasanya jauh lebih enak yang menggunakan pawonan. Aku sendiri juga kurang tau apa yang bikin rasanya lebih enak, mungkin karena panas yang dihasilkan oleh api pawonan itu merata atau apalah aku juga kurang tahu, mungkin ada yang bisa menjelaskan di kolom komentar?
Tapi beneran lho, hasil masakan lebih enak kalau masak lewat pawonan. Pernah sih ngobrol sama beberapa orang katanya kalau masak pakai pawonan itu panasnya merata bukan panas instant. Jadi masakan juga matangnya masakan itu merasuk bukan cuma luarnya saja.
Jadi ibarat meniti karir itu mulai dari bawah dan kenikmatannya dari masakannya itu bener-bener haqiqi. Bayangin aja, buat nyalain pawonan itu enggak mudah lho, kudu punya skill khusus. Udah gitu nunggu panasnya air atau masakan yang dimasak juga demikian. Jadi bener-bener enggak instant. Beda dengan kompor gas yang tinggal muter aja udah keluar apinya. Siapapun kini bisa dengan mudah menyalakan kompor gas.
Itu cuma analisis ngawurku, kalau mau percaya silakan kalau enggak yaudah gakpapa kok :D.

Panci Gosong Sudah Teman Sehari-Hari

Mungkin saat ini sudah jarang dilihat panci yang bokongnya gosong atau item. Untuk yang pernah pakai kompor minyak maupun pawonan pasti mengalami hal tersebut. Sekarang dengan kompor gas permasalahan seperti itu enggak ditemui lagi.
Pasangan setia dari panci gosong itu dulu adalah sabut kelapa. Jadi untuk membersihkan panci gosong ya dengan sabut kelapa. Kayak nggosok batu akik deh kalau mau bersihin. Udah gitu enggak bisa bener-bener bersih seperti semula. Lama-lama juga bakal item kaya wajan yang masih ada di rumahku saat ini 😀
Wajan Gosong
Wajan Gosong

Pawonan itu Sudah Tiada

Dari segi efektivitas memang pawonan ini lambat dan bener-bener enggak bisa diajak untuk cepet. Prosesnya benar-benar perlahan namun pasti, bertolak belakang dengan sekarang yang segalanya harus serba cepat.
Kini simbah sudah enggak ada, pawonan juga sudah lenyap karena sudah menggunakan kompor gas. Jadi mau bagaimana lagi? Zaman telah berubah banyak hal yang juga berubah. Meskipun begitu aku masih banyak menemukan di pelosok-pelosok desa yang masih menggunakan pawonan untuk memasak.
Sesekali aku masih menikmati masakan-masakan yang diolah dengan pawonan di dapur-dapur tradisional di pedesaan. Nikmat banget, ditemani cerita-cerita dari tuan rumah dan hangatnya api dapur yang masih memproses masakan lainnya.
Duh, jadi pengen makan di dapur yang masih lengkap dengan pawonan menikmati masakan khas desa. Coba aja ada nasi hangat dengan sayur lodeh lauknya ikan pindang dengan sambel dan dimakan bersama-sama di dapur dengan api yang masih menyala. duh.. nikmatnya….
Selamat berakhir pekan, ini cuma tulisan random di akhir pekan
Shopee Lovember

Leave a Comment