panduaji

Kategori: Dolan

Hallo Gua Gong dan Pantai Klayar! #LintasSelatan04

Diperbarui:

Sebagai bagian dari komitmen kami terhadap transparansi, beberapa link di situs kami adalah link afiliasi. Artinya, tanpa biaya tambahan untuk Anda, kami mungkin mendapatkan komisi jika Anda memutuskan untuk melakukan pembelian melalui link tersebut. Komisi ini membantu kami membiayai keberlangsungan blog ini.

Bisa dibilang kalau Pacitan itu bagian dari desaku. Bagaimana tidak? Selama 3 tahun aku tinggal di sini untuk mengenyam pendidikan sekolah menengah pertama alias SMP. Waktu yang cukup lama bukan? Sebagai kampung halaman kedua, sudah selayaknya kalau aku tau daerah-daerah di Pacitan, terutama yang sudah terkenal di luar sana. Masa orang Pacitan enggak tau daerahnya sendiri?

Karena jujur selama 3 tahun sekolah di SMP Negeri 1 Ngadirojo, aku enggak pernah rekreasi kemanapun. Maklum, kala itu jalan belum sebagus sekarang, selain itu apa daya seorang anak SMP masa ya keluyuran jauh banget? Enggak punya motor, SIM pun enggak punya juga. Jadi ya cuma ubek di sekitaran Ngadirojo.

Sebagai penembus kesalahan, hal yang aku pengen lakukan adalah mendatangi tempat-tempat yang cukup terkenal di luar sana. Terpikirkan untuk mengajak Dian, biar ada temen keliling dan jaga-jaga kalau nyasar enggak sendirian.

Mau Main Malah Mendem Durian

Meski kemarin Dian sempat enggak mau buat diajak main, tetep aja pagi itu aku main ke rumahnya. Niatnya sih ngajak dolan, ternyata melihat kondisinya yang batuk semakin parah yasudah dia tetep enggak mau. Sebagai gantinya dia mengajaku makan durian yang terus berjatuhan karena memang lagi musim.
Durian di sini jarang sekali di tali seperti durian di kebanyakan tempat. Selain pohonnya yang tinggi, buat apa juga di tali? Oleh karena itu durian di daerah sini kebanyakan memang masak di pohon.
Akhirnya kami pergi ke belakang rumah, dan ternyata ada beberapa buah durian yang siap santap. Enggak perlu nunggu lama lagi deh, langsung buka satu persatu durian yang sudah tersedia. 
Musim durian ini rasanya enggak seenak biasanya. Hal ini mungkin disebabkan banyakna curah air hujan di daerah sini sehingga membuat kualitas rasanya enggak terlalu mantap. Namanya juga gratisan nggak boleh protes.
Dari sekian banyak durian, Dian cuma makan 1 pongge. Itu pun sudah berhasil membuatnya terbatuk -batuk ora umum. Akhirnya dia benar-benar menyerah enggak mau makan lagi.
Alhasil aku menghabiskan semuanya sendirian :D. Lagi enak-enaknya makan durian lha kok gedebuk, jatuh langsung dua durian yang benar-benar menggoda.  Langsung kalap!
Panen durian di pacitan
Panen durian di pacitan
Setelah menghabiskan durian, langsung mblenger. Males ngapa-ngapain dan langsung pamit pulang deh :D. Enggak kepikiran lagi yang namanya jalan-jalan kemana gitu. 

Rute Sudah di Tentukan

Setelah menghabiskan durian, aku pulang dan cuma ngobrol sama simbah. Meski banyak obrolan yang diulang-ulang ya mau bagaimana lagi. Jam masih sangat siang ketika aku memutuskan untuk pergi ke barat. Minimal ke daerah kota Pacitan yang jarang sekali aku datangi saat aku masih sekolah di sini. Paling cuma 3 kali aku ke sana.
Sebelumnya aku sudah mengajak beberapa orang yang ada di kontakku untuk aku ajak main ke barat. Namun apa daya, sepertinya semua sedang berhalangan untuk menemaniku. Yasudah deh, nekat berangkat sendiri ala solotraveler.
Sekitar pukul 14.00 aku berangkat menuju Pacitan. Sendirian! Niatku sore itu cuma mau ke Goa Gong! Masa orang Pacitan enggak pernah ke Goa Gong? Sering banget dapet sindiran kaya gitu. Oleh karena itu akhirnya kuputuskan untuk datang ke Goa Gong!
Aku menyusuri JLS (Jalur Lintas Selatan) yang tadi pagi kulewati sendirian. Perjalanan dari Ngadirojo / Lorok ke Pacitan membutuhkan waktu sekitar 40 menit. Di perjalanan aku sempat berhenti di salah satu spot untuk mengambil foto. Bosan kalau pantai soge karena sudah aku posting sebelumnya pada postingan berburu sunrise di jalur lintas selatan Pacitan. Makanya, baca dulu episode sebelumnya.
salah satu spot di JLS
Salah satu spot di JLS
Sesampainya di Pacitan, aku bener-bener lupa jalan menuju Goa Gong. Untung dari jembatan yang melewati sungai Grindulu aku bisa menemukan papan arah yang menunjukkan jalan ke Solo dan Gua Gong, karena jalannya searah. Akhirnya aku lewat Sedeng, sebuah desa yang terkenal dengan tanjakan curam dengan kombinasi tikungan yang tajam. Oleh karena itu kendaraan dengan roda 6++ tidak diperkenankan untuk lewat sini.
Ternyata, jarak dari Pacitan kota ke Goa Gong bener – bener lumayan jauh! Kalau enggak salah lihat sekitar 25 km.  Padahal tadi kebayang kalau jaraknya enggak terlalu jauh. Nyatanya jauh juga. Aku lewat Punung untuk mencapai Goa ini. Dari belokan di Punung, ternyata aku masih harus menempuh sekitar 9 KM lagi. Ternyata masih dekat Goa Tabuhan yang hanya berjarak sekitar 2 KM.
Jalan dari Punung menuju Goa Gong sudah sangat bagus, lebar dan mulus. Berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika aku dan temenku Latip pergi ke Pantai Klayar. Jalannya sekarang sudah mirip dengan Jalan Ayani kalau di Surabaya. Lebar dan mulus.

Selamat Datang di Goa Gong!

Setelah melakukan perjalanan yang cukup panjang sendirian, akhirnya sampai juga di Goa Gong! Untuk masuk, dikenakan tiket sebesar 5 ribu rupiah. Aku sempat ngobrol bentar dengan penjaga loketnya yang kebetulan masih sepi. Piyambakan mawon mas (sendirian saja mas) ? Sebuah kalimat pertanyaan yang wajar menurutku.
Setelah ngobrol bentar basa-basi tentang wisata gua gon ini, aku pun masuk ke dalam. Ternyata, untuk menuju Goa, aku harus berjlaan lumayan jauh. Jalannya naik pula. Duh, bener-bener diet nih. Kirain dekat dengan parkiran, ternyata masih ada 200 – 300 meter dari parkiran motor.
Halaman Parkir Gua Gong
Halaman Parkir Gua Gong

Dari tempat parkir aku mulai jalan, belum sampai naik kaki tangga pertama sudah dirubung ibu-ibu yang menawarkan jasa guide dan sewa senter untuk masuk ke dalam goa. Harga sewa 1 senter 5 ribu rupiah dan dibayar ketika pulang. Sembari menawarkan jasanya, beberapa ibu ibu tersebut tanya sama seperti yang ditanyakan penjaga loket “Piyambakan Mas?” Entah ada berapa orang yang bertanya itu secara bergantian, seolah-olah aneh banget datang ke tempat ini seorang diri.

Aku lanjut naik keatas dan ternyata sebelum sampai di Goa, kita akan dilewatkan di pasar tradisional oleh-oleh khas Pacitan dan sekitarnya. Berhubung aku datang sudah agak sorean sekitar jam 2 dan bukan hari libur. Banyak toko yang tutup dan beberapa yang nawarin oleh-oleh juga bertanya “piyambakan mas?” …

pasar di goa gong
kondisi pasar oleh di jalan masuk goa gong

Sesampainya di mulut goa, ternyata masih ada banyak ibu-ibu yang menawarkan jasa guide dengan bayaran seikhlasnya. Tidak lupa juga mereka bertanya “piyambakan mawon mas?”. Duh, beneran makin risih dengan pertanyaan senada 😀

Goa Gong yang Panas!

Sepertinya ini untuk kedua kalinya seumur hidupku masuk wisata gua. Sebelum goa gong, dulu waktu masih kecil pernah main di goa maharani. Selebihnya hanya Goa goa tak bernama yang kebanyakan dihuni kelelawar. 
Kesan pertama masuk Goa Gong adalah panas! Keringat langsung bercucuran, karena selain goa yang agak gelap dan terlihat serem karena lampu remang-remang berwarna warni yang berganti warna beriringan goa ini juga lembab. Terdapat banyak tetesan air dari stalaktit yang ada di hampir seluruh goa.
Goa Gong
Goa Gong
Goa gong sangat besar jika dibandingkan dengan goa maharani jaman dulu. Dalamnya juga luas banget dengan motif bebatuan yang cukup memukau. Lagi asik jalan, lha kok ndelalah muncul sosok orang yang masih menawarkan jasa guide keliling di dalam goa. Duh, udah gitu masih nanya lagi “piyambakan mas?”.
Akhirnya aku pun cuma ngikuti jalan yang diberi pagar kanan dan kirinya. Enggak tau tujuannya kemana yang penting ngikut terus aja. Sambil sesekali berhenti untuk ngambil foto.
stalaktit goa gong
Stalaktit Goa Gong
Setelah turun terus akhirnya jalanan mulai naik. Ternyata ujung-ujungnya kembali ke sebuah percabangan tadi. Jadi kesimpulannya jalannya memutari dalam goa :D. Di salah satu spot terdapat semacam kubangan air, entah apa itu. Mungkin ini danau dalam gua yang dimaksudkan para pemandu wisata. Mungkin lho ya. Ini fotonya

Kubangan Air di Goa Gong
Kubangan Air di Goa Gong

Yang jadi pertanyaan adalah nama Goa ini, yaitu Goa Gong. Konon katanya di dalam goa ini terdengar suara seperti gong. Nah, selama disana aku merasa enggak mendengar sama sekali suara itu. Ini telingaku yang enggak peka atau emang bagaimana ya? Entahlah

Setelah 1 lap mengelilingi goa gong, akupun keluar dan kembali turun ke bawah. Baju sudah basah bukan cuma karena keringat, tapi juga terkena tetesan air yang ada di dalam. Kalau mau ambil foto di dalam pastikan membawa kamera yang dilengkapi dengan flash, tanpa flash sepertinya enggak bakalan bisa ngambil foto yang kelihatan. Entah kalau bawa DSLR terus dengan shuuter speed yang lambat. Silakan dicoba sendiri.

Akupun keluar, turun dan mengembalikan senter seraya memberikan uang 5 ribu sesuai dengan perjanjian di awal. Mungkin kalau rombongan bisa tawar menawar harga senter tersebut. Sekali lagi MUNGKIN.

Melanjutkan Perjalanan ke Pantai Klayar

Jam masih menunjukkan pukul 3 kurang. Akhirnya kuputuskan untuk lanjut ke Klayar aja deh, karena jalannya luas dan enak sehingga bisa dengan cepat sampai. Akhirnya kupacu motor menuju arah pantai Klayar. Ndelalah kersane ngalah, ternyata pelebaran jalannya belum sampai Klayar! OMG! Mau balik kepala tanggung karena Klayar udah dekat, akhirnya ya tetep lanjut aja deh.
Di salah satu perempatan teradapat arah ke Pantai Banyu Tibo, ingin rasanya belok tapi enggak tau seberapa jauh dari situ. Sehingga aku putuskan untuk belok ke Klayar yang sudah tahu jaraknya. Karena jam setengah 7 malam aku sudah harus sampai di Lorok untuk menghandiri 7 harinya adik nenek. Karena itu tujuan utamaku datang ke sini.
Sesampainya di Klayar, loket penjagaan sudah enggak ada orangnya dan terkunci. Berarti aku bisa masuk klayar tanpa harus bayar :D. Ternyata Klayar sekarang sangat jauh berbeda dengan beberapa tahun lalu ketika aku kesana. Sekarang ramai, terawat, rapi dan kurang eksotis menurutku.
Pantai Klayar
Pantai Klayar
Pantai Klayar sudah mulai komersil. Sudah muncul beberapa penginapan dan warung-warung baru. Namanya juga berkembang. Sekarang sudah ada persewaan ATV untuk orang-orang yang tidak mau capek jalan dari ujung ke ujung yang jaraknya sekitar 300an meter.
Tarif sewa ATV sekitar 50 ribu untuk 30 menit. Sedangkan kalau mau hemat, aku saranin untuk diantar jemput aja. Biar puas main-mainnya. Karena sekali antar jemput cuma bayar 25 ribu doang. Tapi kalau kamu pengen nyoba ATV silakan aja. 
Oleh pengojek ATV ini pun aku sempat ditawarin untuk diantar, lagi-lagi mereka pun bertanya “piyambakan mas”? Sebuah pertanyaan wajar yang ditanyakan terus menerus hari ini -_-
Aku langsung jalan kaki menuju spot favorit yang terkenal di tempat ini. Di spot ini segera ku keluarkan monopod dan setting foto buat narsis, karena kalau enggak cepet-cepet kena rombongan lama banget nunggunya :D. Setelah tersetup kamera kecil dengan fitur wifi, bisa buat narsis deh di spot favorit pantai Klayar.
Hallo Gua Gong dan Pantai Klayar! #LintasSelatan04 1
Helllo Klayar! Ketemu setelah 2 tahun
Di depan spot ini ternyata sekarang sudah berdiri banyak warung. Tepat 2 tahun lalu Februari 2013 aku ke sini benar-benar enggak ada apa apa di sini. Dan aku cuek aja senyum ke kamera. Ada beberapa rombongan yang liatin aku yang ngadep kamera dan pegang hp. Seperti Mas yang di bawah ini nih 😀
Foto di Klayar
Hallo Mas! 

Spot ini tergolong berbahaya apabila digunakan untuk bermain air. Karena ombanyak benar-benar besar. Sudah ada beberapa korban jiwa yang hilang di tempat ini. Oleh karena itu lebih baik bermain air di sebelah spot ini yang enggak terlalu berombak.

Hari itu kebetulan lumayan rame, akses menuju suling laut ternyata sedang terbuka lebar. Untuk naik ke tempat ini ditarik iuran sebesar 2 ribu rupiah untuk masing-masing orangnya. Pemandangan di sini cukup asyik sebenarnya tapi juga ngeri-ngeri gitu. Berhubung sendirian, susah nangkap moment dimana seruling laut menyemburkan air keudara. Daripada hopeless ambil foto-foto asyik aja di tempat ini.
Ombak Besar
Ombak Besar
Tuh kan, selain ombaknya besar ada banyak warung di depan spot tadi. Padahal dulu beneran deh sepiii banget enggak ada apa-apanya. Enggak percaya? Ini fotoku di deket sini bulan Februari 2013. Sepi dan enggak ada apa-apanya. Cuma ada warung di deket jalanan turun ke pantai sana.
Klayar Februari 2013
Klayar Februari 2013
Setelah capek akhirnya kuputuskan untuk segera kembali pulang, karena durasinya mepet. Di pantai ini sudah ada mushola, jadi enggak perlu bingung nyari jauh-jauh untuk sekedar menunaikan ibadah sholat di sekitar pantai.
Sebelum pulang aku mampir di warung yang sudah ada sejak dulu. Menu warungnya mie ayam dan bakso. Di warung ini aku ngobrol sama pemiliknya. Tanya-tanya tentang pantai banyu tibo yang katanya tidak terlalu jauh dari perempatan yang aku maksud tadi. Sekitar 3 km kata ibuknya.
Lagi-lagi pertanyaan “piyambak mawon mas?” terlontar dari ibuknya. Cukup lama ngobrol, dan katanya minggu kemarin baru ada 40 mobil dari Jogja yang katanya mau syuting film horror di daerah ini tapi enggak jadi. Entah karena apa karena aku udah enggak terlalu mendengarkan, lagi sibuk dengan degan wungkul yang aku pesan.
Harga makanan di sini bisa dibilang standarad. 1 porsi mie ayam di bandrol dengan harga 6 ribu rupiah dan satu degan wungkul / utuh dibandrol dengan harga yang sama. Jadi aku keluar uang sebesar 12 ribu rupiah di pantai ini. Parkir motor enggak ditarik biaya sama sekali, kalau mobil ya kurang tahu.

Berburu dengan Waktu Saat Pulang

Jam sudah menunjukkan pukul 05.05 ketika aku meninggalkan pantai klayar. Aku berpacu dengan waktu dan cuaca #wasek.  Karena cuaca mendung dan sempat kena gerimis di daerah Punung. Aku pun pilih melewati sedeng lagi daripada lewat teleng ria.
Sepanjang JLS sudah mulai gelap dan sepi. Niatnya sih tadi pengen ngambil foto terasiring yang amazing! Tapi ketika sudah sampai spot yang aku inginkan hari sudah terlalu gelap dan akhirnya enggak berhenti deh. Langsung bablas pulang sampai pasar wiyoro sekitar pukul 06.20 dan tiba dengan selamat di rumah sekitar pukul 06.30. 
Shopee Lovember

8 thoughts on “Hallo Gua Gong dan Pantai Klayar! #LintasSelatan04”

  1. Astaga, mas, jadi pengen ke Pacitan :3 tapi jauh amat ini dari Surabaya :")
    Seriusan, bagus pantainya <3

    Mas, kesentil nih "piyambakan, mas?" harusnya jawab aja, "eh, kok tau sih kalau ane jomblo" :v

    Reply
    • Hahaha iya hap, mending kalau kesini bawa kendaraan pribadi. Ada sih persewaan kendaraan standard harganya. Penginapan juga standard. Kalau aku, tinggal tidur di rumah nenek :D.

      Coba kalau yang tanya adek adek imut gitu, pasti jawab gitu. Lha sing tanya ibu ibu dan bapak bapak e -_-

      Reply

Leave a Comment