Kelas Inspirasi Sehari di Kawasan Perkebunan Teh Sirah Kencong

0 Comment

Link
Mas, sampean satu rombel sama aku di SDN Ngadirenggo 4” kata Fatka seorang gadis cantik yang belum lama ini kukenal melalui pesan singkat di whatsapp. Aku nggak tau kudu seneng apa sedih dapet info tersebut. Yasudah, jalanin aja sih :D. Info tersebut aku dapat setelah beberapa waktu lalu aku mendapatkan pemberitahuan bahwa diterima menjadi relawan pengajar Kelas Inspirasi Blitar jilid 2.

Rombel SDN Ngadirenggo 4 Kelas Inspirasi Blitar

SDN Ngadirenggo 4 merupakan sekolah dasar tertinggi di Blitar yang terletak di ketinggian 1000 mdpl. Sekolah di sekeliling kampung khas perkebunan milik BUMN yang khas. Hamparan kebun teh tampak di sekitar SD yang berada di area perkebunan PTPN XII Sirah Kencong dengan produk unggulan teh hitam premium
Rombel SDN Ngadirenggo 4 Blitar
Rombel SDN Ngadirenggo 4 Blitar
Dalam rombongan belajar yang disingkat rombel ini aku bertemu dengan pribadi-pribadi unik yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
  • Bp. Parno yang bekerja di Kodim 0809 Kediri
  • Bunda Susi yang bekerja sebagai biro penyelenggara haji dan umroh
  • Mbak Farida yang bekerja sebagai admin di Astra Daihatsu Motor
  • Mbak Alifia yan bekerja sebagai tour guide di Pekalongan
Ternyata, mbak Farida itu kakak kelas diatasku ketika aku duduk di bangku sekolah dasar dulu. Blitar itu memang sempit ternyata :D. Mereka berempat benar-benar unik, aku dapat banyak pelajaran berharga dari keunikan masing-masing pribadinya. Begitupula dengan para fasilitator yang terdiri dari
  • Mbak Fatka yang merupakan guru sekolah dasar di Blitar
  • Mas Rama yang merupakan mantri kesehatan di salah satu puskesmas Blitar
  • Mbak Zulfa yang merupakan karyawan di salah satu toko branded Blitar
  • Mas Wachid yang entah dari mana asalnya 😀
Semua kegiatan ini di dokumentasikan oleh Mas Duval, salah seorang sahabat yang udah banyak bantu aku setahun belakangan dalam berbagai macam bidang :D. Selain itu ada bala bantuan tambahan Mas Fauzi yang juga merupakan guru Madrasah Ibtidaiyah di Kab. Blitar teman mas Rama. Kurang lebih, itulah rombongan belajar di SDN Ngadirenggo 4 yang luar biasa.

Malam yang Syahdu di Sirah Kencong

Rombongan kami memutuskan untuk berangkat sehari sebelum hari inspirasi di mulai, karena lokasi sekolah yang cukup jauh dan sulit ditempuh. Oleh karena itu, jumat sore kami begegas untuk berangkat ke kawasan perkebunan ini. Untuk menuju kawasan ini, kami melalui rute yang jalannya mudah, yaitu melalui Wlingi – Tegalasri – Sengon – Ngadirenggo. Untuk peta mungkin bisa cek rute mudah ke sirah kencong.
Perjalanan kami diiringi dengan hujan deras pertama yang mengguyur bumi bung karno. Tidak terbayang kesulitan medan yang akan kami lalui nanti, beruntung tidak ada tanah yang longsor selama perjalanan dengan medan tanah lempung. Tanah pun masih cukup keras ketika kami lewati sehingga kami tidak mengalami permasalahan yang berarti.
Cukup Mas Wachid saja yang mengalami ban bocor ketika berada di kawasan tanpa pemukiman. Entah berapa kilo Mas Wachid dan Mas Rama mendorong motor untuk mencari tempat tambal ban terdekat di tengah guyuran hujan deras sehingga mereka sudah tidak bisa lagi membedakan antara air hujan, keringat dan air mata :D.
Begitu sampai, kami langsung menuju sekolah dasar yang lokasinya tidak jauh dari pintu gerbang perkebunan sirah kencong. Hujan pun semakin lama semakin deras, hingga akhirnya bapak penjaga sekolah datang dan membukakan pintu kelas yang akan kami gunakan untuk menginap nanti malam.
Kami langsung datang ke warung bu Tia untuk menikmati teh hitam kentea yang nikmat dengan paduan sempurna gemricik air hujan dan bau tanah. Setelah cukup lama bercengkrama dalam gazeboo sederhana.
Mas Rama pun datang dengan Mas Wachid, sehingga pikiran kami pun tinggal satu. Yaitu Bu Susi yang datang dengan suaminya. Dengan kondisi seperti ini kami hanya bisa berdoa semoga bisa sampai karena di kawasan ini kami benar-benar terisolasi. Sesekali sinyal cuma numpang lewat membuat handphone berbunyi namun tak muncul lagi ketika kami mengirimkan sesuatu.
Kelas Inspirasi Sehari di Kawasan Perkebunan Teh Sirah Kencong 1
Briefing Teknis Pelaksanaan
Setelah cukup lama menanti, akhirnya Bu Susi bisa sampai ketika kami sedang menikmati sajian sedehana digubuk sambil bercengkrama. Malam itu kami melakukan rapat terbatas guna membahas pelaksanaan teknis untuk keesokan harinya.
Suasana malam di kawasan perkebunan benar-benar sunyi. Kesunyian penuh arti yang benar-benar menarik buatku. Tidak begitu banyak orang yang tampak lalu lalang di kawasan itu, sepertinya mereka lebih nyaman menikmati waktu bersama keluarga masing-masing.
Listrik tetap menyala dengan mengandalkan turbin air di sungai yang alirannya masih cukup deras meski musim kemarau. Hal ini membuat masyarakat di kawasan perkebunan masih tetap bisa menikmati malam dengan cahaya lampu.
Sebelum memutuskan untuk tidur, kusempatkan tuk melihat ke langit, tampak bintang bertaburan cukup cantik dilihat mata. Semilir angin dingin khas pegununganpun membuat malam kian syahdu. Akhirnya kuputuskan tuk segera terlelap, karena esok aku kan bertemu dengan puluhan pribadi unik lainnya. 

Aroma Pagi Perkebunan Teh

Ketika ku terbangun pada pukul setengah 5 pagi, langit tampak merah merekah bersih. Hanya tampak awan putih tipis-tipis yang tak begitu tampak. Sebuah pagi yang cerah dan pantas disebut hari Inspirasi, dimana aku dan teman-teman mencoba untuk menginspirasi adik-adik di sekolah dasar negeri Ngadirenggo 4 ini.
Meski dingin, tak mengalangiku untuk hanya sekedar berjalan berkeliling kawasan perkebunan yang masih basah dengan embun. Sungguh nikmat rasanya menikmati udara pagi di kawasan ini. Meski tak begitu tampak kabut yang bergerak kian menipis seperti yang ada dianganku.
Mungkin aku diminta untuk datang lagi di lain waktu untuk mendapatkan suasana pagi seperti angan-anganku itu. 
Suasana di sekitar sekolah
Suasana di sekitar sekolah

Jam masih menunjukkan pukul 05.30 ketika aku lihat beberapa anak SD sudah datang! Jam setengah enam pagi beberapa dari mereka sudah datang, padahal jam masuk sekolah adalah pukul 7 pagi! Ini membuat kami pun segera bergegas sehingga aku tidak sempat menikmati lebih lama lagi suasana pagi itu.

Akupun teringat ketika aku masih duduk di bangku sekolah dasar dulu, aku baru berangkat dari rumah pada pukul 6 pagi. Aku yang terlalu malas atau mereka yang terlalu rajin? Aku pun jadi mikir macem-macem tentang anak-anak ini. Kenapa mereka datang begitu pagi?

Video SDN Ngadirenggo 4 on Nov 3, 2015 at 7:29am PST

Sebagian dari mereka masih malu-malu dan tidak nyaman ketika diajak berinteraksi dengan orang asing, terutama anak perempuan. Sedangkan anak laki-lakinya cenderung berani dan enggak punya malu. Bahkan ada yang mengikutiku untuk sekedar jalan-jalan di sekitar area sekolah untuk mencari stok video dokumentasi.

Dimulai Sebelum Saatnya

Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi ketika Pak Parno mulai beraksi mengumpulkan anak-anak dan memberikan beragam pertanyaan menarik, mbak Aliv pun mencoba berkomunikasi dengan para pelajar yang ada. Tampak dia bisa dengan mudah bergerumbul, meski masih banyak yang malu-malu. Mungkin aku perlu banyak belajar tentang cara pendekatan dengan anak-anak SD ini.
Sekilas mereka mengingatkanku tentang suasana ketika aku masih sekolah di SMPN 1 Ngadirojo Pacitan. Sebuah sekolah yang jauh dari hiruk pikuk kota. Buatmu memang enggak ada yang tampak spesial pagi itu.
Satu persatu dari mereka mulai menggunakan atribut yang disediakan oleh para fasilitator kelas inspirasi. Semacam mahkota di kepala. Mereka semua nurut, enggak ada yang nolak untuk menggunakan atribut terrsebut.
Pak parno mulai memanaskan suasana pagi itu dengan beragam tebakan dan yel yel yang disambut antusias oleh para siswa sekolah dasar negeri ngadirenggo 4. 
Pak Parno Beraksi diantara para siswa
Pak Parno Beraksi diantara para siswa
Ekspresi mereka tampak lucu antara kebingungan mau jawab tapi enggak tau kudu jawab apa. Mereka benar-benar masih tampak polos dengan balutan baju pramuka dengan mahkota di kepalanya. 

Para Siswa yang Unik

Apa kamu masih ingat jawaban yang kamu lontarkan ketika ditanya cita-cita semasa kecil? Aku pernah menjawab astronot, pilot dan yang terkahir guru. Seenggaknya jawaban anak-anak di sekolah ini lebih kreatif dibanding jamanku dulu.
Baru di tempat ini kutemukan cita-cita seorang gadis cilik menjadi seorang Putri Indonesia!Meski masih tampak beberapa cita-cita yang sama dengan apa yang pernah aku alami ketika kecil, seenggaknya ada jawaban-jawaban yang unik di sekolah ini.
Ketika aku mulai masuk kelas dan mengenalkan tentang profesiku yang goib ini aku baru tahu bahwa mereka luar biasa. Mereka pribadi-pribadi unik yang luar biasa dibalik tubuh mungilnya.

Kelas Inspirasi Blitar
Kelas Inspirasi Blitar 

Dari situ aku tahu alasan-alasan sebagian dari mereka naik sepeda motor untuk datang ke sekolah. Jarak dari rumah ke sekolah antara 5 – 6 kilometer dengan kondisi jalan makadam yang cukup sulit dilalui. Bagi yang rumahnya terletak di kawasan perekbunan akan datang dengan berjalan kaki. 

Tidak sedikit juga yang menumpang kendaraan heline yang biasa digunakan untuk mengangkut barang. Berhubung pagi itu mobil heline mogok, jadi banyak siswa dari kawasan tempursari tidak masuk sekolah. Dari beberapa siswa Tempursari yag hadir, mereka datang diantar oleh orang tua atau membawa kendaraan sendiri. Dari tempursari ke sirah kencong jaraknya sekitar 6 kilometer.

Aku dulu pernah merasakan tinggal di daerah pegunungan meski landai yang jauh dari teknologi. Aku pun bertanya kepada mereka apa yang dilakukan selepas sekolah. Ternyata persis sesuai dugaanku, sebagian anak laki-laki menghabiskan waktunya untuk ngarit atau biasa disebut merumput. Bedanya, aku dulu ngarit ketika SMP, sedangkan mereka anak SD kelas 3 – 6.

Ada yang merumput untuk membantu orang tua, ada juga yang merumput untuk hewan peliharaannya sendiri. Seperti Aan yang merupakan siswa kelas 5 yang ngarit untuk 2 ekor truwelu betinanya di rumah. Truwelu itu merupakan jenis dari kelinci.

Kelas Inspirasi Blitar
Kelas Inspirasi Blitar

Entah ada apa aku juga heran, anak kelas 1 – 2 cenderung berani dan enggak tau malu jika dibandingkan kelas 5 -6 yang super duper malu dan jaim. Kalau waktu di kelas 5-6 anak-anaknya cenderung diam dan penurut, kalau kelas 1 – 2 cenderung anarkis :D.

Bola Voli merupakan permainan / olahraga favorit di SDN Ngadirenggo 4. Namun kondisi bola yang rusak membuat mereka tidak bermain bola voli dalam beberapa waktu terakhir ini. Ternyata tadi pagi si Aan dari kelas 5 berkeliling ke murid-murid sambil membawa bekas botol aqua untuk mengumpulkan uang urunan yang akan dipergunakan untuk membeli bola voli baru.

Untuk anak tingkat sekolah dasar bisa kepikiran meminta iuran ke seluruh siswa untuk membeli bola voli. Jumlah siswa yang hanya sekitar 80an orang tersebut membuat semua siswa di sekolah saling mengenal. Buktinya ketika aku memutarkan video petualangan di sirah kencong, anak-anak mengenali beberapa siswa sekolah tersebut yang tampak di video.

Tampak juga ke akuran dari siswa tingkat atas ke adik kelasnya seperti kakak dan adik kandung dalam mimpi. Kakak adik di kenyataan kan lebih sering bertengkarnya daripada akurnya :D. Ketika aku tanya, apakah mereka bersaudara, jawabnya bukan.

Sebuah Pertanyaan Besar (?)

Dibalik semua itu ada sebuah pertanyaan besar yang masih kepikiran sampai saat ini. Sebuah pertanyaan yang terlontar dari anak kelas 1 SD ketika istirahat. Ceritanya begini.

Aku mengisi kelas 1 – 2 untuk sesi terakhir, sesi dimana seharusnya mereka sudah menikmati sarapan yang dibawa dari rumah. Memang agak sulit, namun akhirnya aku berhasil melewatinya dengan banyak pertanyaan besar.

Ketika sebagian besar dari mereka berhamburan keluar kelas, aku memilih untuk tinggal di kelas dan melihat beberapa anak yang mulai membuka bekal dari rumahnya. Teringat waktu masih duduk di bangku sekolah dasar, terkadang aku dan temanku bertukar lauk pauk yang dibawa dari rumah. Ini juga aku temukan di sekolahan ini.

Tukar Lauk
Tukar Lauk

Di satu sisi seorang anak perempuan membawa lauk telur, sedangkan teman satunya hanya membawa sayur tumis pepaya.

Aku pun duduk dengan salah satu dari mereka dan mencoba untuk basa-basi dengan pertanyaan standar, rumahnya di mana, naik apa ke sekolah, dan berbagai macam pertanyaan normatif layaknya orang yang baru kenal.

Aku terhenyak ketika salah seorang dari mereka bertanya padaku “Mas, Agamanya apa?”

Aku sempat terdiam, kenapa anak seusia ini bertanya tentang agama? Ini bukan pertanyaan yang lumrah menurutku untuk anak seusianya. Memang dari awal aku sengaja enggak menggunakan salam khas berupa Assalamualaikum yang identik dengan Islam. Karena enggak semua beragama Islam.

Ketika aku jawab “Islam, kenapa?” dia cuma menjawab “enggak papa mas” sambil senyum dan melanjutkan makan. Tau sendiri lah di kamus cewek jawaban seperti itu artinya apa. Sampai sekarang aku pun bingung dan bertanya-tanya kenapa anak seusia itu bertanya agama? Apakah ada yang salah dengan agama?

Kelas Inspirasi Blitar 2 Ngadirenggo
Kelas 1 SDN Ngadirenggo 4 Blitar

Mas, Mas, Mas Foto ujar Huda yang baru saja masuk ke kelas. Akhirnya aku pun mengeluarkan kamera untuk foto bareng. Abdan juga menyempatkan diri untuk berfoto bersama di tengah kesibukannya menghabiskan bekal sarapan dari rumah berupa tumis pepaya.

Mengakhiri untuk Memulai

Setelah mereka beristirahat, selanjutnya mereka dikumpulkan di sebuah ruangan dan pak Parno beraksi dihadapan mereka. Karena sudah cukup lelah, aku pun menikmati suasana mendung di luar bersama beberapa rekan yang lain.
Setelah Pak Parno selesai mengisi kelas, akhirnya ceremonial pelepasan balon yang ditempeli cita-cita dari siswa SD Ngadirenggo 4. Tidak lupa juga foto-foto bareng wajah-wajah polos yang cukup bandel :D.
SDN Ngadirenggo 4 Wlingi
SDN Ngadirenggo 4 Wlingi
Sebelum pulang kami mendapat suguhan khas yang membuat nafsu makan meningkat meski sudah banyak makan. Dengan menu yang menggugah selera makan kami ada nasi putih, nasi jagung, sayur lodeh, kulupan, tahu, tempe, dan pindang. Sayangnya enggak ada sambel yang membuatnya semakin nikmat :D. 
Ketika mau pulang, hujan deras turun mengguyur kawasan perkebunan ini. Akhirnya kami urungkan unutuk pulang dan berteduh. Hujan ini membuat agenda kami untuk mampir ke air terjun yang jaraknya dekat situ batal deh. Karena hujan tidak kunjung reda, akhirnya setelah sholat dhuhur sekitar pukul 02 kami bergegas untuk turun di bawah guyuran hujan deras dengan jalanan yang cukup mengerikan.
Meski secara seremonial acara ini sudah usai, namun para fasilitator, dokumentator hingga para pengajar masih berhubungan baik. Terjadi beragam diskusi menarik di dalamnya hingga wacana untuk datang lagi ke tempat itu dalam waktu dekat ini.

Ini adalah sebuah akhir sekaligus permulaan untuk sebuah perjalanan baru 🙂

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment