Mendadak aku harus pergi ke Surabaya beberapa minggu lalu, berhubung aku ngomong ke kakakku, aku pun diajak sekalian untuk ikut camping ceria di kopkopan. Karena sudah lama enggak camping di gunung (terakhir camping agustusan di gunung kelud), akhirnya tanpa banyak pertimbangan aku iya in aja deh.
Persiapan Camping Cerita
Akhirnya tiba juga hari yang ditunggu, yaitu Jum’at sore. Rencananya ada sekitar 15 orang yang bakalan ikut dalam camping ceria ini, 8 orang berangkat hari ini dan sisanya akan menyusul ke esokan harinya karena masih harus bekerja di hari Sabtu.
Mungkin ada yang bertanya-tanya apa itu Lampu Ting, aku juga enggak begitu ngeh, sepertinya itu nama group pendakian kakakku dan temen-temennya. Pokoknya kalau aku nulis tentang camping cerita kapan hari itu harus ada lampu tingnya. Yaudah deh, aku tulis aja di judulnya 😀
Perjalanan Menuju Kopkopan
Perjalanan ini dimulai dari Surabaya pada Jum’at malam. Aku naik mobil berempat bareng Mas Haryo, Mbak Ocha dan Sonya. Sedangkan dua orang lainnya naik motor dan kami berjanji untuk ketemu di Pos Perijinan Tretes.
Pos Perijinan Tretes
Di pos perijinan sudah ada teman Mas Haryo yang sudah menunggu kedatangan kami. Jadi total rombongan kami malam itu sekitar 10 orang. Biaya pendakian untuk 1 orangnya adalah Rp. 8.500, sedangkan untuk parkir mobil per malamnya adalah Rp. 10.000.
Enggak perlu terlalu banyak membawa air minum yang terkadang malah memberatkan. Karena di kopkopan ada sumber mata air yang cukup besar sehingga kecil kemungkinan kekurangan air di daerah ini. Bawa secukupnya saja.
Setelah makan cukup dan mempersiapkan barang bawaan. Akhirnya sekitar pukul 12.00 kami berangkat menuju ke pet bocor. Pet bocor ini katanya sih merupakan titik start pendakian. Jalan dari pos perijinan ke pet bocor ini bener-bener nanjak. Bisa jadi ajang pemanasan buat yang enggak terbiasa jalan.
Tapi apabila sudah mencapai pet bocor, kamu bisa dengan mudah melanjutkan perjalanan karena nafas sudah mulai teratur dan tubuh sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan. Saranku sih, enggak usah terlalu lama berhenti di pet bocor. Kalau kelamaan di sini entar naiknya bakalan ngos-ngosan lagi.
Dari pet bocor naik terus ngikutin jalan berbatu yang ternyata itu jalanan hartop pengangkut tambang belerang. Siap-siap sakit deh kakinya. Karena jalannya bebatuan. Di perjalanan ketemu dengan beragam mahluk ciptaan-Nya yang bener-bener unik.
Akhirnya jam setengah 5 pagi aku udah sampai di kopkopan dengan nafas yang terengah-engah. Sungguh cantik sunrise pagi itu. Tapi aku males bongkar-bongkar tas buat keluarin kamera. Hp juga kehabisan baterai sedangkan powerbank ada di dalam tas. Cukup nikmati moment pagi itu dengan mata telanjang dan udara yang cukup dingin.
Hari Pertama di Kopkopan
Pagi itu kopkopan bener-bener rame, sampai kami enggak dapet tempat buat mendirikan tenda. Semua tempat sudah ada penghuninya. Beruntung ada sebuah warung yang sedang kosong sehingga beberapa teman bisa menggunakannya untuk istirahat. Terutama teman-teman yang belum pernah naik gunung sama sekali.
Buat yang enggak kebagian, tinggal gelar matras di tempat yang teduh dan mulai menikmati pagi dengan tidur. Akhirnya sekitar jam 9an sudah banyak yang buyar, entah itu lanjut naik atau turun. Yang jelas kami sudah punya tempat yang bisa digunakan untuk membangun tenda.
Mas Haryo udah terlanjur bikin tenda agak di bawah pun, akhirnya membawa naik tenda yang sudah dibangun ke tempat yang enggak terlalu jauh dari sumber air. Biar gampang kalau cari air.
Tak lama berselang ternyata ada rombongan pendaki yang salah satunya aku kenal. Teman semasa kuliah dulu, namanya David dan masih akan melanjutkan perjalanan nanti siang ke tempat yang lebih tinggi. Rencananya mereka mau muncak.
2 Teman mas haryo siang itu turun ketika 3 tenda sudah berdiri pada tempatnya. Sambil menunggu kedatangan rombongan lainnya nanti malam.
Agak sorean dikit cuaca kembali dingin enggak sepanas siang tadi. Tampak juga awan menyelimuti kaki Gunung Penanggungan. Fotonya di bawah ini ya
Pemandangan Gn. Penanggunan dari Kopkopan
Sembari menunggu gelap, Mas Haryo dan Mas Bayu mencari calon kayu bakar untuk api-api nanti malam. Biar enggak tidur mulu di tempat yang memang sebenarnya nyaman untuk tidur :D.
Para pencari kayu
Enggak banyak hal yang dilakukan selain masak dan ngobrol ngalor ngidul enggak jelas sambil menikmati suasana yang syahdu dengan kabut tipis-tipis nan romantis.
Malam Mingguan di Kopkopan
Jam 8 malam terdengar suara seorang wanita meraung dengan keras yang secara nggak langsung membuatku terbangun. Mungkin karena lapar belum makan, akhirnya aku pun keluar tenda disusul temen-temen lainnya.
Ternyata suara tersebut berasal dari seorang wanita yang sedang kesurupan, tidak lama setelah itu terdengar lantunan ayat-ayat tahlil dengan harapan raungannya bisa mereda. Cukup lama hingga akhirnya tidak terdengar sama sekali meski masih terdengar bacaan-bacaan Qur’an dari tenda diatas.
Tenda kami pun akhirnya kedatangan rombongan selanjutnya, jumlahnya enggak sesuai dengan rencana. Cuma ada 3 orang yang menyusul malam itu, sedangkan lainnya enggak jadi nyusul karena kesibukan masing-masing. Mereka bertiga datang tepat ketika makan malam baru saja jadi. Sehingga kami bersebelas bisa makan bareng malem itu di bawah cahaya bulan.
Aku pun sempat mendokumentasikan pemandangan indah lautan cahaya lampu yang tampak dari kopkopan
Lautan Cahaya Lampu
Setelah makan malam, kami nikmati dengan ngobrol ngalor-ngidul dengan topik pembahasan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya. Hingga akhirnya satu-persatu tumbang dan meringkuk di dalam tenda yang dibagi tanpa ada kesepakatan sebelumnya.
Hari Terakhir di Kopkopan
Di hari terakhir ini aku bangun pada pukul 05.00 pagi. Ini sudah terlalu siang untuk mendapatkan gambar sunrise yang akhirnya tidak kudapatkan. Kulihat satu tenda berisi empat orang sudah pada sibuk, Sonya cs memutuskan untuk turun lebih dulu pagi itu.
Setelah masak seadanya dan mereka berpamitan untuk turun sekitar pukul 7 pagi. Padahal belum semua rombongan bangun. Sehingga masih tersisa sekitar 7 orang di dua tenda yang masih berdiri.
Dengan pasokan air yang melimpah kami bisa mencuci pernlengkapan memasak sebelum mulai memasak lagi untuk sarapan. Selain itu juga bisa mandi di salah satu sudut pipa yang entah kenapa sama rombongan lampu ting ini dinamakan air terjun ciao bella.
Bersih bersih perkakas memasak
Setelah perkakas sudah bersih, kegiatan selanjutnya adalah memasak. Menu masak untuk sarapan pagi ini adalah sop, tumis tempe dan telur campur kornet. Setelah sekian puluh menit, aneka hidangan lezat yang nikmat sudah tersedia untuk semua penghuni tenda. Mau tau penampakannya?
sarapan enak di gunung
Setelah sarapan rame-rame enggak ada kegiatan apapun, ngobrol dan rasan-rasan sepertinya sudah menjadi kegiatan rutin kalau orang ngumpul. Beragam topik mulai dibahas secara mendalam. Ketika tiba-tiba kabut menghiasi kopkopan memberikan kenyamanan maksimal untuk tidur.
Kabut ini membawa udara sejuk yang bener-bener nyaman dan pas. Enggak terlalu dingin apalagi panas. Apalagi sebelum kabut itu datang, panasne ora umum. Meski aku sempat mandi di air terjun ciao bella, namun teriknya siang itu enggak bisa hilang begitu saja. Untung ada kabut yang benar-benar memanjakan suasana. Bagai seorang ibu yang memanjakan anaknya.
Suasana sunyi di kopkopan
Beberapa dari kami menunggu waktu untuk berkemas dengan nongkrong di warung dan bercengkrama dengan pendaki lain yang juga nongkrong disitu. Ujung-ujungnya juga ngobrol ngalor-ngidul ngobrolin macem-macem.
Nggak kerasa jam sudah menunjukkan pukul 14.00 ketika kami harus segera berkemas dan turun untuk pulang. Enggan rasanya mengemasi barang-barang untuk kembali pulang. Karena suasanya yang nyaman ini enggak akan aku dapatkan di bawah. Apalagi di Surabaya yang super duper gerah beberapa hari terakhir.
Dari kiri Mas Haryo, Mas Kribo, Mas Bayu, Mbak Ocha, Mas Ian, Aku dan Mas Faiz
Setelah selesai berkemas, kami pun bergegas turun untuk kembali pulang. Kali ini dengan rute yang sedikit berbeda yaitu dengan memotong jalan-jalan yang memungkinkan untuk menghindari jalanan berbatu yang bikin kaki sakit.
Hingga akhirnya kami tiba di pet bocor untuk istirahat sejenak dan menikmati jajanan di warung yang ada. Setelah itu lanjut turun ke bawah dan tiba di pos perijinan ketika Magrib. Setelah maghrib kami sempat kulineran di sekitar pos perijinan, banyak yang menjual sate kelinci dengan harga sekitar 18 ribu untuk 10 tusuknya.
Terima kasih lampu ting untuk kebersamaan beberapa hari, semoga bisa ikutan camping cerianya lagi kapan-kapan :D.
Leave a Comment