Aku bersyukur karena ada pemadaman listrik meski enggak adil menurutku. Karena dalam satu dusun namun beda RT jaringan listriknya pun berbeda. Dimana ada yang ikut PLTU yang aku kunjungi (Baca: Perjalanan Blitar – Pacitan Sendirian). Dengan adanya pemadaman listrik ini tidurku jadi benar-benar nyenyak hingga jam menunjukkan pukul 05.15.
Anak Sekolah Tak Banyak Berubah
Aku memutuskan untuk segera kembali pulang, karena banyak hal yang harus segera kulakukan. Pagi itu sekitar pukul 06.30 aku berangkat ke Blitar. Tampak iring-iringan anak sekolahan di sepanjang jalan. Aneh memang daerah ini, mereka yang rumahnya dekat dari sekolahan pun memilih untuk naik sepeda pancal dibanding jalan kaki.
Aku jadi ingat, jarak dari rumah ke sekolah hanya sekitar 300 meter dan aku sama sekali enggak pernah jalan kaki ke sekolah. Selama SMP aku selalu menumpang teman atau bawa sepeda pancal sendiri ketika ke sekolah. Entah kenapa berjalan kaki terasa sungguh memalukan. Meski sebenarnya aku lebih sering numpang teman daripada bawa sepeda sendiri.
Pernah suatu ketika aku enggak dapat barengan dan hendak pulang, lha kok dijalan ketemu guru SMP yang kebetulan menjadi Pak RT di tempatku. Alhasil dapat tumpangan dari guru dan bisa langsung masuk sekolah tanpa kena hukuman meski sudah telat :D! How lucky me!
Aku cukup menikmati suasana pagi dimana anak sekolah berangkat naik sepeda beriringan pagi itu. Menggugah memori masa lalu dimana aku masih enggak percaya bahwa aku pernah menikmati kehidupan di desa tanpa adanya teknologi, terutama untuk seorang pelajar SMP. Karena jamanku dulu Handphone baru masuk ketika aku kelas 3 SMP. Itupun hanya ada 2 nomor dan masih dimiliki kalangan tertentu. Aku kebetulan enggak termasuk kalangan tersebut. Karena anak-anak SMP jarang sekali yang punya, sehingga yang punya pun lebih sering nganggurnya 😀
Hijaunya Sawah di Panggul Trenggalek
sawah terasiring di panggul |
Puncak! Negeri Di Atas Awan!
Negeri diatas awan |
Leave a Comment