Tadi pagi aku main ke rumah saudara, nah lagi asyik-asyik ambil piring buat sarapan lah kok handphone berbunyi. Telepon dari salah seorang teman yang bekerja di radio dan menawarkan untuk mengantarkan dua orang wanita dari Denmark yang ingin main ke Candi Penataran dan Gunung Kelud.
Dhanang, Nina, Nana, Aku
Awalnya mereka berdua sudah ditawarin travel naik mobil, mungkin karena terlalu mahal mereka akhirnya memilih opsi naik dua sepeda motor. Akhirnya aku pun menghubungi salah seorang temanku untuk menemaniku mengantarkan dua gadis Denmark tersebut.
Pada tulisan kali ini aku enggak mau cerita tentang perjalanan, aku cuma mau nulis tentang obrolan dengan mereka berdua.
Blitar, Quiet Place untuk Wisatawan Mancanegara
Candi Penataran sepi di Pagi hari
Nama kedua gadis Denmark tersebut adalah Nina dan Nana. Keduanya memutuskan untuk keliling Indonesia selama dua bulan. Selama perjalanan naik motor aku berboncengan sama Nana. Sebuah pertanyaan timbul, kenapa mereka memilih Blitar? Padahal wisatawan asing yang berkunjung ke Blitar bisa dibilang sangat sedikit. Apalagi untuk para backpacker. Oleh karena itu agak sulit menemukan fasilitas penunjang untuk para backpacker.
Akhirnya Nana menjawab pertanyaanku, bahwa mereka memilih Blitar karena belum begitu ramai. Mereka menyukai destinasi yang sepi sehingga bisa benar-benar menikmati perjalanan mereka di sebuah tempat.
Ketika aku tanyakan tentang bromo, mereka sebenarnya ingin datang, namun karena banyaknya wisatawan dan cerita-cerita bahwa akan sangat sulit untuk menikmati Bromo akhirnya mereka mengurungkan bepergian ke Gn. Bromo dan memilih untuk ke Gn. Kelud.
Informasi Tentang Blitar Masih Sangat Minim
Mereka mengeluhkan tentang sulitnya informasi tentang Blitar, bahkan di lonelyplanet tidak banyak informasi yang bisa mereka dapatkan tentang Blitar. Oleh karena itu mereka berjalan berjam-jam untuk mencari penginapan dan menemukan dengan harga yang cukup mahal menurut kantong backpacker, yaitu 110 ribu untuk satu malam. Biasanya mereka bisa mendapatkan harga sekitar 60 – 80 ribu untuk satu malam di homestay.
Mereka pun akhirnya menilai ini wajar, karena masih minimnya wisatawan asing yang datang, sehingga fasilitas penunjang para backpacker ini belum tersedia seperti di kota-kota yang sudah cukup ramai.
Dari sini aku semakin semangat buat mengembangkan mblitar.net, sebuah portal informasi wisata di Blitar yang selama setahun ini iseng aku buat. Setidaknya nantinya bakal membantu siapapun yang ingin mencari informasi wisata tentang Blitar.
Mereka Suka Ketinggian dan Tau Diri
Denmark merupakan negara yang datar, sehingga mereka sangat menyukai Gn. Kelud. This is Amazing kata mereka. Nina cukup kecewa karena tidak bisa sampai dengan kawahnya. Karena akses dari Kediri memang tidak memperbolehkan sampai dengan Kawah. Berbeda apabila melalui jalur pendakian gunung kelud dari Blitar.
Gunung Kelud yang Sepi
Sebelum naik, Nana bertanya seberapa tinggi dan jauh jalanan naiknya. Buat yang udah pernah ke Gn. Kelud pasca erupsi pasti bakalan ngerti seberapa tinggi tanjakannya. Setelah aku beritahu, dia memilih untuk menunggu di bawah. Karena kakinya akan sakit apabila dipaksakan. Apalagi perjalanan mereka masih jauh.
Jadi dia enggak memaksakan diri untuk naik keatas. Danang temenku pun akhirnya menemani Nana di bawah, sedangkan aku sama Nina tetep naik. Sepertinya berat badanku udah terlalu berat. Baru bentar aja udah ngos-ngosan. Karena aku sadar diri dan Nina memaklumi besarnya badanku dia tidak memaksaku untuk mengikutinya. Its okay i can go alone. Aku berhenti di ujung atas sedangkan Nina lanjut terus sampai ujung jalan yang ditutup.
Bahkan ketika kami berhenti untuk makan di warung, mereka membuka bekal mereka diluar warung. Padahal ibuk warungnya sebenernya enggak masalah ketika mereka bawa makanan dari luar untuk dimakan di dalam warung. Sebelum masuk, mereka memastikan bahwa beneran tidak apa apa bawa makanan dari luar. Selain itu, untuk merokok pun mereka bertanya lebih dahulu dimana tempat yang diperbolehkan untuk merokok.
Mereka pun sadar ketika ke Indonesia mereka harus membayar tiket lebih dengan status warga negara asing. Karena mata uang rupiah benar-benar jauh dibawah mata uang mereka. Dengan harga yang menurut warga Indonesia mahal itu termasuk murah untuk mereka. Tiket masuk ke Gn. Kelud untuk 1 orang wisatawan mancanegara adalah 25 ribu rupiah itu sudah sangat murah banget. Enggak lebih dari 2 Euro!
Mereka Tidak Punya Rencana Pasti
Sebagai backpacker mereka tidak pernah punya rencana pasti, yang mereka tahu ketika datang ke sebuah kota mereka akan bertanya warga lokal. Seperti kemarin ketika ke Blitar, mereka sudah merencanakan sehari untuk bepergian ke Gn. Kelud dan Candi Penataran. Tapi mereka tidak tahu bagaimana caranya ke sana.
Oleh karena itu mereka kemarin mendatangi radio yang bisa menjadi pusat informasi untuk mereka tentang bagaimana caranya menuju gunung kelud dan candi penataran. Bukan kebetulan mereka bertemu dengan salah seorang temanku (sebut saja Imma) yang akhirnya mengganggu sarapanku.
Lupakan Tentang Grammar!
Ketika ada banyak orang yang meminta untuk foto bareng mereka. Ini bukan pertama kalinya ketika ada anak-anak SMA di Kelud yang meminta foto bersama. Sudah banyak sebelumnya warga lokal yang minta foto bareng. Ini disebabkan karena mereka benar-benar berbeda dengan warga lokal, apalagi masih belum banyak yang datang ke sini.
Seringkali Nana dan Nina merasa banyak orang yang sebenarnya ingin menyapa atau hanya sekedar mengobrol namun sepertinya mereka takut. Karena kelihatan dari mimik wajah mereka.
Memang benar, kebanyakan dari masyarakat kita takut untuk menyapa karena tidak PEDE dengan bahasa Inggris. Padahal mereka tidak ada masalah dengan grammar, mereka tidak terlalu peduli dengan itu. Karena yang terpenting adalah mereka memahami apa yang kita bicarakan. Meski bahasa inggrisku ala kadarnya namun mereka paham. Itu sudah lebih cukup.
Lupakan grammar dan aturan-aturan baku yang membuatmu sulit memulai pembicaraan karena ini bukan sebuah test di bangku sekolah!
Gegara ini aku jadi sadar kalau kosakata bahasa Inggris untuk obrolan sehari-hari masih sangat kurang, ini mmebuatku terkadang sulit menjelaskan sesuatu kepada mereka. Mungkin selama ini bahasa inggris yang kugunakan berhubungan dengan hal-hal teknis bukan obrolan sehari-hari.
Ini pertama kalinya jadi guide untuk warga mancanegara dan mungkin bukan untuk yang terakhir kalinya.
Leave a Comment