Pengujung Senja Bersama Kawan Lama di Shinjuku

0 Comment

Link
Shinjuku

Jam menunjukkan sekitar pukul 14.00 ketika aku berjalan dari Tokyo Metropolitan Goverment Building menuju Shinjuku Station dimana aku memiliki sebuah janji dengan seorang kawan lama.

Sinyal wifi gratisan dari aplikasi wifi di Jepang sering hilang tatkala jauh dari convenience store.

Jam menujukkan pukul 14.20 ketika aku akhirnya mendapatkan sinyal di dekat kedai Burger King Shinjuku Station. Ternyata temanku sudah berada di Keio Departement Store yang tidak jauh dari tempatku berdiri.

Kami pun saling mencari, dia dengan modal baterai yang sudah hampir habis dan aku dengan modal wifi gratisan.

Pencarian selama satu jam membuatku semakin hopeless, sebuah kekeliruan yang aku lakukan adalah membuat janji di Stasiun Shinjuku. Stasiun terbesar di Tokyo!

Awalnya sudah sempat hopeless untuk bertemu walau cuma buat say hello saja, namun sepertinya tuhan masih mempertemukan kami di depan Keio Dept Store.

Sebuah pelajaran penting. Jangan janjian di tempat yang bener-bener crowded!

Takashimaya Shinjuku
Irene (kiri), Aku (kanan)

Setelah sedikit berkeliling, akhirnya kami bertiga memutuskan untuk ngopi sambil ngobrol di Starbucks Coffee Shinjuku Southern Terrace.

Sebelum bercerita lebih banyak, ada baiknya untuk mengenali Irene Erlyn yang ternyata waktu kelulusan kuliah mendapatkan IPK 3.98 :D.

Sebenernya kita sudah kenal jauh sebelum kuliah, tepatnya waktu masih duduk di bangku sekolah menengah kejuruan di Surabaya. 

“Ndu, setiap sudut Jepang itu romantis. Sok kon kudu mrene maneh nggowo pasanganmu” (translate: Ndu, setiap sudut di jepang itu romantis, besok-besok kamu harus ke sini lagi bareng pasangan) Sebuah kalimat pembuka dari temenku ketika membuka obrolan sore itu.

Aku langsung teringat setiap langkah menyusuri lorong-lorong di Tokyo. Pemandangan sepanjang jalan sedap dipandang mata. Jadi kangen suasana Tokyo :D.

Bayangin aja ketika jalan berdua bersama pasangan di jalanan yang bersih tertata dengan rapi, orang-orang begitu cuek dan menganggapmu enggak ada.

Dunia berasa milik berdua, yang lain cuma lewat. Ditambah dengan udara dingin yang membuatmu ingin bergandengan tangan tuk saling menghangatkan. Duh, sayangnya cuma bisa mbayangin :D.

Iren lagi menyelesaikan S3 di Jepang, nggak rugi dia kenal sama aku, meski aku S1 aja enggak lulus. Jurusan yang sudah sangat sulit untuk aku ucapkan.

Banyak cerita tentang kehidupan di Jepang, mulai suara desahan apartemen sebelah ketika weekend dan cara mengatasinya, biaya hidup di jepang hingga bagaimana disiplinnya orang-orang Jepang.

Bayangin aja, jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, ketika lampu merah di jalan yang lebarnya cuma 6 meter membuat orang jalan kaki yang mau nyebrang berhenti dan menunggu lampu hijau untuk penyebrang padahal tidak ada kendaraan sama sekali dari kejauhan.

Disitu aku merasakan dua hal yang berbeda. 1 Betapa disiplinnya orang-orang ini, di sisi lain berasa nggak efektifnya nungguin kaya gini :D.

Bagaimana bisa mungkin orang hidup seperti ini? Mungkin mereka kalau datang ke Indonesia juga bakallan ngerasain hal yang sama, bagaimana mungkin orang bisa hidup nggak beraturan seperti ini. 

Shinjuku Station
Shinjuku Station

Disela-sela obrolan nggak penting rasan-rasan temen dan nostalgia, kami juga ngobroling tentang idealisme anak muda yang ingin memperbaiki dunia kaya lagunya Michael Jackson. At least, perbincangan malam itu worthed kok untuk diperjuangin. 

Di akhir kata, jangan menolak untuk menerima chopstick gratisan yang ditawarkan di sevel atau tempat lain. Karena itu bisa jadi oleh-oleh yang gratis :D. (Tips dari Irene)

Jam menunjukkan pukul 18.00 ketika kami harus berpisah karena dia ada janji dengan bapak-bapak ekspedisi yang mengantarkan pesanan sesuai jam yang diinginkan.

Jadi pengiriman barang di Jepang itu bisa request diantar sekitar pukul berapa. Berbeda dengan di Indonesia yang BELUM bisa kaya gitu -,-. 

Sebelum kembali ke Akihabara, aku dan om Cosa jalan-jalan ke Shinjuku Batting Center. Tempat dimana bisa latihan untuk pukul bola baseball kaya di film-film Jepang dulu.

Buka dari jam 10 pagi sampai jam 4 pagi. Dengan biaya 300 Yen per game yang berdurasi sekitar 22 bola lemparan.

Aku cuma termenung di pinggiran jalan menikmati suasana, ketika Om Cosa mainan baseball. Menikmati romantisme Tokyo di pinggir jalan, sendirian dengan sebotol air mineral. 

Setelah om cosa selesai mainan baseball, kami jalan pulang menuju Akihabara. Perjalanan pulang menuju Akihabara naik JR Chuo-Sobu Line(Local) jurusan Chiba dengan harga 170 Yen, tapi sudah ke cover sama Tokyo Wide Pass.

Niatnya mampir Mandarake buat belanja, tetapi sampai Mandarake tepat jam 8 malam dan tokonya barusan tutup. Alhasil langsung balik ke hostel.

Beli nasi 125 Yen di Family Mart dan makan pakai sambel goreng kering, abon dan kering tempe yang bawa dari Indonoesia di common room lantai 4 :D. Malam ini enggak terlalu lelah, karena besok melakukan perjalanan yang cukup jauh 😀

Tags:

Share:

Related Post

Leave a Comment