
Penumpang kereta api penataran Surabaya – Blitar
Dari kecil aku memang sudah beberapa kali naik kereta api, itu pun cuma ke Surabaya. Harga tiket cuma 5.500 masih potongan kecil yang unik warna kuning dengan kertas yang cukup tebal.
Salah satu hal yang paling aku suka ketika waktu masuk terowongan di sekitaran bendungan karangkates. Kereta langsung gelap gulita tanpa ada penerangan apapun, karena emang dulu itu lampu dalam gerbong kereta api penataran tidak dinyalakan ketika siang. Ketika memasuki terowongan ibuk selalu menutup hidungku dengan sapu tangan untuk menghindari asap dari lokomotif berwarna biru dan orange yang masuk ke dalam lorong – lorong gerbong.
Selain itu, hal yang tidak pernah bisa dilupakan adalah para pedagangan asongan berteriak menawarkan dagangannya, bahkann terkadang dagangannya itu macem-macem bahkan sulit ditemukan di pinggiran jalan saking uniknya.
Selain itu juga ada pengamen yang berpindah dari gerbong ke gerbong untuk bernyanyi menghibur penumpang, meski tak jarang mereka bukan malah menghibur tetapi malah mengganggu. Ada yang sendirian. Tidak jarang dalam satu gerbong ada dua penyanyi di dua ujung gerbong. Bahkan ada kelompok pengamen dengan peralatan musik lengkap nan menghibur.
Kini PT. KAI Terus berbenah, memperbaiki segala macam fasilitas yang membuat perjalanan semakin nyaman. Tidak ada lagi pedagang asongan seperti dulu, apalagi para pengamen jalanan. Semua sirna beberapa tahun terakhir. Terkadang ketika melewati Stasiun Ngebruk aku rindu suara “Susu Sapi Suuweger“. Suaranya benar-benar khas.
Ternyata intronya udah cukup panjang yak 😀 . Nah, pada kesempatan ini aku cuma mau nulis dikit, syukur – syukur kalau bisa dibaca dan dipertimbangkan oleh para pemangku kebijakan di PT. KAI Persero, biar semakin nyaman perjalanan dengan kereta api.