Pagi itu aku iseng baca Direct Message (DM) yang ada di instagram. Nggak tiap hari buka DM juga sih, karena kebanyakan tanya seputar cara belanja di aliexpress, padahal aku kan sudah bilang silakan hubungi via email tidak melalui sosial media. Jadi aku diemin aja. Ndilalah kersane ngalah, pagi itu aku baca sebuah DM dari BandungDiary punya Mbak Ulu yang kebetulan mau mampir ke Blitar sebelum pulang ke Bandung setelah liburan di Malang. Dia berkirim DM karena tertarik membaca postinganku tentang tempat wisata di sekitar Stasiun Kota Blitar.
Berhubung belum ada janji dan kegiatan yang begitu mendesak, akhirnya aku iyain aja buat nganter Mbak Ulu dan Nabil anaknya yang masih berusia 5 tahunan dari Bandung untuk berkeliling Kota Blitar dalam waktu yang singkat sembari menunggu kereta api dari Blitar menuju Bandung.
Rencananya Mbak Ulu datang pagi naik kereta jam 7an dari Malang ke Blitar, namun karena ketinggalan akhirnya berangkatnya agak siangan sekitar jam 10 dari Malang. Ketinggalan keretanya mbak Ulu ini bukanlah sebuah kebetulan, karena Tuhan punya rencana lain, karena paginya aku masih diminta untuk mengirim beberapa dagangan yang kebetulan juga menggunakan kargo kereta api untuk pengirimannya. Sekitar pukul 13.00 aku pun selesai dengan urusan kargo kereta api langsung bertemu dengan mbak Ulu di depan stasiun Kota Blitar.
Seporsi Soto Daging Bok Ireng
Sebelum memulai perjalanan keliling Kota Blitar siang itu, kami sempatkan untuk mencicipi Soto Daging Bok Ireng terlebih dahulu yang sekarang dibandrol Rp. 9.000/ mangkok kecil.
Jalan Jalan di Makam Bung Karno
Makam Bung Karno
Berbeda dengan perjalanan di Makam Bung Karno sebelumnya, dengan cerita-cerita mbak Ulu yang suka bangunan-bangunan tua selama perjalanan membuatku memiliki sudut pandang yang berbeda tentang tempat-tempat yang sebelumnya biasa saja. Aku mencoba melihat setiap detail yang berbeda dari kebanyakan tempat. Seperti atap sisik ikan di pendopo makam bung karno dan ukiran-ukiran di pendopo makam.
Kalau nggak salah, arsitek dari bangunan ini merupakan warga bandung, karena motif sisik ikan di atap merupakan salah satu ciri khas bangunan penting di daerah sunda sana. Aku jadi semakin tertarik untuk mempertanyakan berbagai macam hal detail seperti itu.
Aku yakin kalau sebenarnya ada dokumen lengkap tentang pemilihan setiap detail di tempat-tempat penting seperti makam bung karno ini. Sayangnya sampai sekarang aku belum pernah tahu dokumen-dokumen semacam itu, apakah tidak dibuka untuk publik ? Karena benar-benar asyik ternyata mempelajarinya.
HTM masuk makam bung karno saat ini adalah Rp. 3.000, karena selama ini aku enggak pernah bayar karena memang belum ada lokoet resminya.
Mbak Ulu dan Nabil di Pasar Makam Bung Karno
Satu hal yang paling aku benci dari kawasan makam bung karno adalah pintu keluarnya yang mengular di luar nalar. Panjangnya parah banget, lebih capek jalan keliling pasar dibanding makam bung karno. Demi mengakomodir pedagang di pasar ini, rutenya dibuat sedemikian rupa, tapi menurutku yang terlalu panjang.
Perbaikan AC di Galeri di Kawasan Perpustakaan Nasional Bung Karno
Mitos lukisan berdetak di Galeri Bung Karno pun sepertinya bisa dijawab dengan sains. Karena kemarin kebetulan AC di galeri bung karno sedang dalam proses maintenance sehingga udara bener-bener panas di dalam. Setelah melihat lukisan, ternyata tidak berdetak. Sedangkan ketika berdetak itu kondisi ruangan sedang dingin. Mungkin yang lebih ahli dalam hal macam gini bisa melakukan penelitiann yang lebih mendalam :D.
Jalan Jalan di Istana Gebang
Istana Gebang
Setelah cukup lelah berkeliling di Makam Bung Karno, kita mlipir ke Istana Gebang yang juga disebut-sebut sebagai rumah masa kecil Bung Karno. Di beberapa titik sempat berhenti untuk mengabadikan bangunan-bangunan tua yang iconic karena mbak Ulu suka dengan bangunan tua. salah satunya adalah gereja santo yusup di dekat kebon rojo.
Sebelum ke Istana Gebang sempat mampir di kebon rojo buat menikmati es pleret yang cukup populer di Blitar. Sensasi memakan pleret dengan gula jawa yang lumer ketika digigit dan bercampur dengan kuah santan.
Salah satu kamar di Istana Gebang
Sesampainya di Istana gebang, balai kesenian tampak ada keramaian anak-anak yang berlatih tari dari sanggar patria loka. Selain itu memasuki kawasan istana gebang kita tidak perlu membayar tiket masuk karena gratis. Mbah Gudel yang merupakan juru kunci Istana Gebang ternyata sudah pensiun sehingga aku kemarin enggak sempat ketemu beliau.
Latihan menari di Istana Gebang
Di Istana gebang ini aku mencoba melihat setiap detail yang selama ini aku acuhkan, ternyata banyak perspektif baru yang menarik. Tentang bagaimana setiap ruangannya tampak dingin tanpa harus menggunakan AC, penggunaan plafon yang tinggi secara tidak langsung membuat dalam ruangan juga lebih dingin. Seperti rumah yang aku tinggali saat ini. Selain itu tirai-tirai tipis di sekeliling tempat tidur yang melindungi diri dari nyamuk dan lamuk membuat kualitas tidur juga semakin baik karena tidak kada gangguan dan tidak harus mencium bebauan yang dibenci nyamuk. Selain itu bagaimana desain ruangan dan ventilasinya juga berpengaruh terhadap kualitas udara di dalamnya.
Ruang tengah dalam Istana Gebang
Setelah cukup berkeliling di Istana Gebang, perjalanan dilanjutkan untuk berkeliling kota sembari menunggu jam 5 sore. Berhubung Mbak Ulu suka dengan bangunan tua dan kebetulan di daerah Blitar masih banyak bangunan tua yang digunakan sebagaimana mestinya, seperti Pengadilan Negeri di Jl. Dr. Wahidin, pertokoan di jalan Merdeka hingga kawasan perumahan yang ada di Jl. Srigading. Sebenanrnya masih ada banyak tempat-tempat jadul yang bisa ditelusuri, namun apa daya waktu sudah menunjukkan pukul 5, ketika mbak Ulu dan Nabil harus kembali ke stasiun dan melanjutkan perjalanan ke Bandung. Semoga bisa bertemu lagi di lain kesempatan 🙂
Leave a Comment