Bernegosiasi dengan Romantisme Masa Lalu sebuah judul yang terlintas begitu saja dipikiran ketika aku mengingat kondisi rambut monte saat ini. Untuk yang belum tahu, mungkin bisa baca tulisan tentang wisata rambut monte Blitar supaya bisa dapet point yang mau aku ulas dalam postingan kali ini.
Dari yang terhitung, aku sudah 3 kali datang ke tempat wisata di Blitar ini. Meski jaraknya bisa dibilang cukup jauh dari tempat tinggalku, namun worth untuk dikunjungi. Dan dua kali ke tempat ini selalu tertulis di dunia maya dan masih bisa dibaca sampai saat ini. Berikut daftar tulisanku ketika main ke rambut monte
Untuk yang ketiga kalinya akan aku ulas di postingan ini, tentunya bukan cuma sekedar jalan-jalan dan menikmati keindahan alam, tetapi lebih dari itu. Aku mendapat pelajaran yang cukup berharga dan lebih dari sekedar membuat pikiran tentang.
Terjebak Romantisme Masa Lalu
Ketika aku datang ke rambut monte untuk pertama kalinya, semuanya berasa WOW! Suasana yang asri, sejuk yang penuh mistis hingga aroma nan magis semerbak diantara belantara pepohonan bambu yang berderit seiring angin bertiup.
Semua hal tersebut sudah berubah ketika aku datang untuk kedua kalinya ke tempat ini, aku lebih banyak merasakan kecewa karena apa yang aku bayangkan sebelumnya tidak aku temukan lagi.
Pepohonan bambu yang di sekitar jalan turun ke telaga telah lenyap, kolam renang alami tempat anak-anak berenang ketika pulang sekolah tampak kotor tak tersentuh sama sekali. Bangunan gubuk yang asri telah berubah menjadi beton-beton gagah nan kontras dengan sekitarnya.
Melihat kondisi ini membuatku patah hati, ternyata apa yang aku idamkan, keindahan di masa lalu sudah banyak berubah. Aku pun dengan mudah mengutuki perubahan-perubahan itu tanpa peduli dengan kondisi di sekitarnya setiap saat ketika aku enggak datang.
Negosiasi dengan Romantisme Masa Lalu
Tanpa ada rencana, beberapa waktu lalu aku datang lagi ke rambut monte, masih terekam jelas kenangan kurang menyenangkan ketika terakhir kali aku datang. Itu membuatku sadar bahwa rambut monte saat ini bukanlah rambut monte yang aku lihat di tahun 2011. Meski sempat menyayangkan adanya bangunan beton yang tampak kokoh itu namun ya mau gimana lagi. Nggak ada gunanya kalau cuma menghujat. Aku pun mencoba untuk mengambil sisi positifnya aja.
Siapa tahu dinas terkait memang sudah mengantisipasi jauh-jauh hari tentang bahayanya selfie yang bisa merusak tempat wisata. Seperti yang terjadi pada jembatan gantung di Langsa, Aceh. Kan serem kalau gubuk kayu itu runtuh gegara banyak anak-anak selfie.
Masih mending kalau cuma jatuh basah ke telaganya. Lha kalau kesedot ke air sumbernya yang bisa dikatakan gede? Bisa-bisa pulang tinggal nama.
Aku pun mencoba tuk negosiasi dengan romantisme masa lalu yang pernah terukir di tempat ini. Segala sesuatu itu pasti berubah, entah itu menjadi lebih baik atau menjadi lebih buruk bagi kita. Ingat ya, BAGI KITA!
Ini complicated banget menurutku, karena ada mata rantai puuuuaaaanjaaaang yang saling berhubungan. Apa yang menurut kita buruk belum tentu buruk bagi yang lain dan sebaliknya.
Segala sesuatu itu PASTI berubah, jadi jangan terus menerus berharap apa yang ada di masa lalu akan tetap ada untukmu saat ini karena secara tidak sadar kamu sendiri juga berubah. Enggak ada gunanya mengutuki hal-hal yang hilang di masa lalu, ada baiknya kamu segera move on untuk menyesuaikan diri dengan yang baru meski itu butuh waktu.
Biarlah romantisme masa lalu tersimpan rapi dalam memori, enggak perlu lagi berharap bahwa moment itu kan terulang kembali. Karena kamu dapat menangkap moment-moment yang bisa jadi lebih baik dari yang pernah kamu rasakan sebelumnya.
Leave a Comment